Merefleksi Education For Sustainable Development di Sudut Kota Budaya
Cahaya lampu nampak elok dari ketinggian aircraft dan hilang
seketika saat besi terbang ini menjauh dari arah kota daeng. Yaa menjauh dan
mendekat menuju kota pelajar nan budaya, 1 jam 45 menit jarak tempuh yang
dibutuhkan untuk sampai di Adi Sucjipto airport, Yogyakarta. Kedap kedip
cahaya lampu mengingatkanku pada bukit bintang, sebuah tempat nongkrong warga
kota Jogja khususnya mahasiswa/i. Dari arah Timur kota Jogjakarta menjadi
pilihan tepat melepas penat dengan segala rutinitas akademik kampus. Kira-kira
sejam perjalanan untuk sampai bukit ini. Menatap kota Jogja dari ketinggian
dengan gemerlap cahaya lampu, memandang pesawat dari kejauhan yang nampak jelas
saat lepas dan landas, menerawang angkasa dengan gemerlap bintang dari diatas
perbukitan merupakan melodi irama semesta yang tak mungkin terlupakan. Canda
tawa pasangan suam istri/pacaran pun rombongan selalu menghiasai bukit ini.
Suasana dingin memang memberi kesempatan muda mudi untuk lebih erat, lagi dan
lagi ;), tanpa terasa menggenggam tangan dan saling merangkul nampak mudah
ditemukan. Dan tak kalah riang, pengunjung yang datang dengan rombongan lebih
memilih melingkar saling merangkul sambil bercerita beragam topik. Masyarakat
setempat berhasil mengundang mereka “para pengunjung” dengan stand sederhana
sambil menjajakan dagangannya. Ahh bukit bintang, eloknya dikau, kelak kita
akan bersua kembali.
Kita lupakan sejenak bukit yang berbintang itu, serius dulu baru
mampir kembali ke sana lagi J
Refleksi pertemuan lokakarya nasional Ancol Jakarta, bulan Desember
2012 lalu menjadi jadwal penting membawaku di kota ini. Skholatanpabatas
merupakan salah satu lembaga yang diundang untuk terlibat dalam agenda ini
bersama beberapa Non Government Organization (NGO) dari pulau Jawa, Sumatera,
Papua dan Kalimantan. Agenda penting dari pertemuan ini adalah membahas hasil
rekomendasi dari national workshop Ancol dan rencana pembuatan national
report ESD. Pertemuan selama 3 hari dengan berlokasi di hotel yang berada
di pusat kota Yogyakarta.
Hari pertama membahas tentang refleksi pertemuan lokakarya nasional
Ancol. Dari hasil refleksi menunjukkan kelebihan dan kekurangan dari kegiatan
tersebut. Kelebihan dari Lokakarya nasional di Ancol ini kerena mempertemukan
beberapa NGO dari berbagai daerah. Selain dari NGO, kegiatan lokakarya tersebut
juga diikuti oleh instansi pemerintah baik dari pusat maupun daerah.
Masing-masing NGO mengajak dua perwakilan pemerintah dari dinas pendidikan
maupun lingkungan hidup. Skholatanpabatas saat itu mengundang perwakilan
dinas pendidikan provinsi Sulsel dan salah satu guru dari Langkeang, Maros. Hal
ini membuat kegiatan ini menjadi lebih berisi dan bermakna. Adapun yang menjadi
bagian evaluasi perbaikan adalah hasil rekomendasi lokakarya yang dirumuskan
diakhir pertemuan tidak sampai pada masing-masing lembaga peserta sehingga
tidak dapat di tindak lanjuti di pusat maupun daerah.
Untuk memperkuat rekomendasi yang dirumuskan pada national
workshop tersebut maka dibuatlah rumusan masing-masing point rekomendasi.
Hal ini memungkinkan untuk membahas lebih jauh peranan masing-masing lembaga
dan menentukan batas waktu pengawalan rekomendasi. Pembahasan apa dan siapa
yang melakukan pengawalan di tingkat pusat dan lokal menjadi penting agar dapat
lebih terarah. Usaha dalam mengawal rekomendasi tersebut merupakan bagian dari
memperkuat posisi Education for Sustainable Development di Indonesia.
Strategi pengawalan rekomendasi ini dilakukan dengan merumuskan lembaga yang
berada di pusat dan daerah. Di pusat akan mengawal dengan mengkomunikasikan pada
level kementerian dan individu yang fokus pada pendidikan. Di daerah menjadi
peranan penting bagi lembaga yang ada di daerah untuk menjalin komunikasi
dengan pemerintah daerah. Hasil dari pertemuan dengan pengambil kebijakan baik
pusat maupun daerah ini diharapkan akan membuka ruang pengembangan ESD di
Indonesia.
Penekanan pada wilayah kebijakan baik secara global maupun nasional
menjadi penting juga dalam pertemuan ini. Menemukan kebijakan yang telah ada
pada pemerintah pusat dan daerah dianggap penting bagi NGO agar lebih
memudahkan bergerak. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjadi referensi bagi
pemerintah daerah lain. Kebijakan ini merupakan landasan hukum agar dapat
meyakinkan pemerintah baik pusat maupun daerah. Saat ini, selain dari
kementerian, juga telah ada beberapa pemerintah lokal yang membuat peraturan
daerah (perda).
Selain pemantapan akan pengawalan rekomendasi, pertemuan ini juga
memfokuskan pada pembuatan national report Education for Sustainable
development. National report ini akan berupa buku. Untuk memudahkan, maka
dibuatlah team kerja yang terlibat dalam pembukuan ini. Sebagai titik awal
dalam pembuatan ini, maka diharapkan masing-masing lembaga untuk membuat dan
mengumpulkan best practice dari kegiatan yang selama ini dilakukan. Kegiatan
tersebut nantinya akan di sesuaikan apakah sesuai dengan konsep ESD atau tidak.
Pengumpulan best practice berdasar pada konsep ESD ini karena akan
menjadi laporan nasional dalam melihat bagaimana perkembangan ESD di Indonesia
selama kurang dari sepuluh tahun ini.
0 komentar: