Selasa, 10 April 2012

Kejadian Nyata Kasus Pelanggaran Kode Etik Psikologi Dalam Dunia Pendidikan

Pertengahan bulan Februari tahun ini, salah satu organisasi daerah yang ada di Kota Yogyakarta, berasal salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan mengadakan Safari Pendidikan sebagai program yang bertujuan untuk memperkenalkan pendidikan di kota budaya ini termasuk PTN/PTS, saya juga mengikuti program ini. Sasaran dari kegiatan tersebut adalah mengunjungi SMA/SMK secara langsung di kabupaten tersebut.
Memasuki hari pertama, kami mengunjungi beberapa sekolah termasuk tempat dimana saya selesai SMA. Sebagai alumni, beberapa guru dan staf Bimbingan & Konseling masih aku kenal. Hal yang ganjil aku temukan ketika pada saat itu juga diadakan test psikologi, ketika bercerita dengan beberapa staff BK, yang memberi instruksi, intervensi dan supervisi adalah guru yang memiliki pendidikan strata satu dalam pendidikan bergelar S.Pd. lembaga yang mengadakan tes tersebut merupakan Biro Psikologi yang berkedudukan di ibu kota provinsi. Dalam hal ini, biro tersebut telah mengadakan kerja sama dalam bentuk pelaksanaan psikotes dengan sekolah. Biro ini hanya mengirimkan alat tesnya kemudian hasilnya akan dikirim ulang. Bentuk intervensi dan supervisi selanjutnya di serahkan kepada sekolah dalam hal ini kepada staf guru BK. Adapun tes yang diberikan bertujuan untuk melihat kemampuan minat dan bakat penjurusan kelas III (IPA, IPS dan Bahasa).
Dari kasus di atas dikaitkan dengan kode etik psikologi pada Bab III tentang kompetensi pasal 10 yang mengatur tentang pendelegasian pekerjaan pada orang lain mengindikasikan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Psikolog dalam hal ini berbentuk layanan Biro Psikologi.
Pada pasal tersebut disebutkan bahwa Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang mendelegasikan pekerjaan pada asisten, mahasiswa, mahasiswa yang disupervisi, asisten penelitian, asisten pengajaran, atau kepada jasa orang lain seperti penterjemah; perlu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk:
a)      Menghindari pendelegasian kerja tersebut kepada orang yang memiliki hubungan ganda
dengan yang diberikan layanan psikologi, yang mungkin akan mengarah pada eksploitasi atau hilangnya objektivitas.
b)      Memberikan wewenang hanya untuk tanggung jawab di mana orang yang diberikan
pendelegasian dapat diharapkan melakukan secara kompeten atas dasar pendidikan,
pelatihan atau pengalaman, baik secara independen, atau dengan pemberian supervisi
hingga level tertentu; dan
c)      Memastikan bahwa orang tersebut melaksanakan layanan psikologi secara kompeten.
Sehubungan dengan kasus di atas dikaitkan dengan ketiga poin tersebut yang mengatur tentang pendelegasian kepada orang lain, masing-masing dapat dilihat sebagai berikut:
a)      Menghindari pendelegasian kerja tersebut kepada orang yang memiliki hubungan ganda dengan yang diberikan layanan psikologi, yang mungkin akan mengarah pada eksploitasi atau hilangnya objektivitas.
Pembahasan: dalam hal ini, Biro Psikologi mendelegasikan pekerjaannya kepada orang lain (staf Bimbingan & Konseling) yang memiliki hubungan ganda dengan siswa. Staf tersebut yang mengadakan administrasi tes dan memberikan instruksi serta intervensi dan supervisi. Hal ini akan dikhawatirkan hilangnya objektivitas alat tes, tidak menutup kemungkinan ada hubungan keluarga antara guru dan siswa, dimana dalam kebiasaan sekolah tersebut, orang tua atau siswa sendiri yang menginginkan masuk dalam program study IPA, karena dianggap memiliki prestise dibanding jurusan lainnya
b)      Memberikan wewenang hanya untuk tanggung jawab di mana orang yang diberikan
pendelegasian dapat diharapkan melakukan secara kompeten atas dasar pendidikan,
pelatihan atau pengalaman, baik secara independen, atau dengan pemberian supervisi
hingga level tertentu.
Pembahasan: pendelegasian kepada non sarjana Psikologi ataupun psikolog tentunya kesalahan. Kompetensi yang dimiliki oleh mereka tentunya terbatas atau mungkin saja tidak tahu sama sekali. Pada kasus diatas, pendelegasian kepada BK yang memiliki latar pendidikan sarjana pendidikan bidang BK dan bidang study lainnya. Mereka tentu saja tidak pernah mengikuti pelatihan sebelumnya bagaimana baiknya dalam memberi instruksi dan intervensi setelahnya. Hal ini menunjukkan ketidakprofesionalitas dari psikolog dengan mendelegasikan pekerjaan kepada orang lain yang tidak memiliki kompentensi.
c)      Memastikan bahwa orang tersebut melaksanakan layanan psikologi secara kompeten.
Pembahasan: dalam pendelegasian Psikolog tentunya harus memastikan lokasi diadakan tes dan bagaimana jalannya tes selama berlangsung. Tempat diadakannya tes harus kondusif dan jauh dari kegaduhan. Instruksi yang diberikan pun harus jelas untuk menghindari kebiasan. Namun pada kasus diatas menunjukkan bahwa pendelegasian yang diberikan kepada orang lain tidak memperhatikan pertimbangan ini. Dalam dilihat dari lokasi tes yang merupakan ruangan kerja Bimbingan dan Konseling, posisinya pun berseberangan dengan ruangan kelas, pas didepan ruangan tersebut juga merupakan kantin. Suasana demikian tentunya tidak mendukung dalam proses psikotes. Orang yang menerima delegasi juga tidak memiliki kompetensi, khususnya pemberian instruksi, tentunya kemungkinan kebiasan terlalu besar.

5 komentar: