Selasa, 10 April 2012

analisis Training Needs Analysis


PENGANTAR
Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, terutama dalam lingkungan sekolah. Oleh karena itu pemahaman mengenai arti belajar dengan segala aspek dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik. Kekeliruan dan ketidakpahaman pendidik terhadap proses belajar dan hal-hal yang berkaitan dengannya akan mengakibatkan kurang bermutunya hasil pembelajaran yang dicapai peserta didik.
Skinner (Muhibbin, 2004:90) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat. Proses adaptasi ini tentunya dimiliki oleh guru sebagai pelaku utama dalam intervensi kelas. Usaha-usaha yang dilakukan oleh guru sebagai penguat tentunya harus sesuai dengan kebutuhan siswa.
McLeod (Muhibbin, 2004:222) menjelaskan bahwa guru adalah seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain. Guru sebagai pengajar yang merupakan penentu kesuksesan setiap usaha pendidikan memiliki tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan siswa yaitu pengembangan kecakapan dimensi karsa, cipta dan rasa. Strategi yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran diharapkan mampu mengubah perilaku tingkah laku yang bersifat terbuka seperti kemampuan membaca (ranah karsa), juga bersifat tertutup seperti berpikir (ranah cipta) dan berperasaan (ranah rasa).
Strategi pembelajaran yang diterapkan oleh seorang guru haruslah berdasar pada modalitas atau gaya belajar siswa. Dengan mengetahui gaya belajar yang berbeda ini memungkinkan para pendidik untuk dapat mendekati semua atau hampir semua murid hanya dengan menyampaikan informasi dengan gaya berbeda-beda pula. Ketika guru menyadari bagaimana siswa menyerap dan mengelola informasi, akan menjadikan komunikasi lebih mudah dan proses pembelajaran akan lebih terbuka. Mengetahui modalitas belajar siswa tentunya akan memudahkan guru dalam intervensi kelas.
Observasi sederhana yang dilakukan penulis (hasil refleksi pengalaman ketika masih di bangku sekolah dan pengematan ke salah satu sekolah SMP swasta di Yogyakarta) menunjukkan bahwa adanya kesenjangan antara gaya belajar siswa dengan strategi belajar yang dibawakan oleh guru. Olehnya tidaklah mengherankan apabila banyak siswa yang mendapatkan ranking 1 dalam kelasnya karena dia mengikuti strategi yang digunakan oleh gurunya.
Kebanyakan guru dewasa ini masih menggunakan strategi konvensional dalam tindakan kelasnya yaitu ceramah satu arah. Siswa yang menyukai cara ini tentunya akan menikmatinya dan kemungkinan akan mendapatkan ranking 1. Oleh mereka yang tidak menyukainya, akan lebih memilih acuh atau malah meninggalkan ruangan yang akhirnya akan di hakimi sebagai siswa yang nakal dan bodoh.
Wawancara yang dilakukan dengan salah satu guru SMP swasta di Yogyakarta ketika ditanyakan pendapat mengenai perbedaan gaya belajar siswa mengatakan bahwa:
“Saya mengetahui adanya perbedaan cara belajar pada setiap siswa, namun yang sulit adalah mengatahui bahwa anak tersebut memiliki gaya seperti ini” (JM, wawancara 9 April 2012)
Hal ini menunjukkan bahwa adanya kesadaran guru tersebut akan perbedaan cara belajar siswa, namun demikian kemampuan dalam mengklasifikasikan siswanya yang menjadi tantangan. JM mengetahui pentingnya memahami perbedaan tersebut guna membantu tindakan kelasnya.
Pada tenaga pengajar yang lain, SM yang mengajar pada salah satu bimbingan belajar dan masih berstatus sebagai salah satu mahasiswa PTN di Yogyakarta mengemukakan bahwa:
“Saya mengajarnya simple saja, berfokus pada materi yang saya bawakan dan metode yang sesuai dengan materi, pemilihan metode juga kan harus sesuai dengan materi apa yang diajarkan” (SM, wawancara 11 April 2012)
Dari hasil wawancara diatas mengungkapkan bahwa ketidaktahuan pengajar tersebut akan modalitas setiap orang. Ketidaktahuaan ini akan mengakibatkan kondisi pembelajaran yang kaku dan cenderung hanya memberi manfaat pada mereka yang sesuai dengan metode yang digunakan.


HARAPAN DAN KENYATAAN
Menurut Bobby DePorter (2000:110), gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Dengan mempelajari bagaimana memahami cara belajar orang lain, seperti siswa, dapat memperkuat hubungan dengan mereka.
Melvin (2006:28) mengungkapkan ada tiga jenis gaya belajar yaitu visual, auditorial dan kinestetik. Siswa yang cenderung memiliki gaya visual bisa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat orang melakukannya. Biasanya, mereka ini menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menulis apa yang dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu oleh kebisingan. Peserta didik auditorial, biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan oleh guru. Mereka mengandalkan kemampuan untuk mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara arau kebisingan. Sedangkan peserta didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka cenderung impulsive, semaunya, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah bila tidak bias leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tidak karuan.
Rita Dunn (Bobbi DePorter:110) seorang pelopor di bidang gaya belajar, menemukan banyak variable yang mempengaruhi cara belajar orang. Ini mencakup factor-faktor fisik, emosional, sosiologis dan lingkungan. Sebagian orang, misalnya, dapat belajar paling baik dengan cahaya terang, sedang sebagian yang lain dengan pencahayaan yang suram. Ada orang yang belajar paling baik secara berkelompok, sedang yang lain lagi memilih adanya figure otoriter seperti orang tua atau guru, yang lain merasa bahwa bekerja sendirilah yang paling efektif. Sebagian orang memerlukan music sebagai latar belakang, sedang yang lain tidak dapat berkosentrasi kecuali dalam ruangan sepi.
Namun sayangnya, masih banyak guru yang belum menyadari bahwa peserta didik memiliki cara belajar yang berbeda-beda satu sama. Mereka terkesan memaksakan satu metode untuk semua. Kearifan pendidik dalam melihat perbedaan ini sangatlah dibutuhkan.
Tidaklah mengherankan, seringkali terdengar keluhan dari orangtua (baik melalui media massa dan elektronik ataupun dalam kehidupan sehari-hari) yang merasa sudah melakukan berbagai cara untuk membuat anaknya menjadi "pintar". Orangtua berlomba-lomba menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah terbaik. Selain itu anak diikutkan dalam berbagai kursus maupun les privat yang terkadang menyita habis waktu yang seharusnya bisa dipergunakan anak atau remaja untuk bermain atau bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Namun demikian usaha-usaha tersebut seringkali tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan, bahkan ada yang justru menimbulkan masalah bagi anak dan remaja. Sehingga tidaklah mengherankan kalau beberapa ungkapan sering muncul pada anak seperti:
"Perutku sakit, Maaaa...aku nggak enak badan...jadi hari ini aku boleh nggak usah masuk sekolah, yaaaa...!"
"
Saya tidak senang dengan guru itu karena dia itu guru killer”
"Pokoknya aku nggak mau ke sekolah...aku nggak suka sekolah
, gurunya seram dan tidak menarik!!"
Kalimat-kalimat diatas mungkin tidak asing di telinga para orang tua ketika menghadapi anak yang tiba-tiba mogok sekolah. Beberapa alasan tersebut memang seringkali dikemukakan oleh anak-anak ketika mereka tidak ingin pergi ke sekolah. Tidak jarang orangtua hanya bisa terdiam dan termenung bahkan bingung ketika mendengar kata-kata tersebut diucapkan oleh anak tercintanya.
Dari ungkapan-ungkapan diatas menunjukkan ketidaksenangan siswa untuk datang ke sekolah. Dalam hal ini, dapat disebabkan karena ketidaktertarikan seorang siswa terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Strategi pembelajaran yang dibawakan oleh guru terkesan membosankan dan tidak mereka senangi. Sehingga mereka beranggapan bahwa tidak perlu ke sekolah kalau hanya bagaikan penjara ataupun hanya menghabiskan waktu.
Pada wawancara yang dilakukan dengan salah satu siswa SMA Negeri di Yogyakarta, menunjukkan adanya ketidaksenangan pada mata pelajaran tertentu. Ini disebabkan karena peranan guru dalam proses mengajar.
“Guru bahasa inggris aku itu tidak menyenangkan bawain materinya, jadinya ga bisa ngikutin juga, yaa ga kuasai gitu jadinya” (wawancara, JR 12 April 2012)
Cara guru menyampaikan materi berpengaruh pada ketertarikan siswa. Dari ketertarikan pada materi membuat siswa akan terstimulasi untuk belajar lebih giat. Proses ini tentunya akan membawa positif dengan merubah perilaku siswa serta meningkatkan kemampuan.
Menghadapi kenyataan dan kondisi di atas, apa yang sebaiknya dilakukan pendidik agar kendali pendidikan siswa tetap berada di pundak mereka sehingga tidak terjadi hal-hal negatif yang dapat merugikan perkembangan fisik dan mental anak di masa yang akan datang.
SOLUSI
Manusia adalah makhluk unik, yang berarti bahwa setiap orang memliki perbedaan satu sama lain. Dalam dunia pendidikan, perbedaan ini pun bisa dilihat pada cara belajar seseorang, seperti yang telah dikemukakan di awal.
Dari uraian diatas, untuk membuat siswa merasa nyaman mengikuti proses pembelajaran maka guru harus mengetahui gaya belajar dari setiap siswa. Olehnya itu bentuk intervensi yang dapat diberikan kepada guru adalah pelatihan yang mengarah pada pemahaman (kognitif) dan kemampuan (Psikomotorik) dalam melihat perbedaan modalitas setiap siswa yang dihadapi.
Rounded Rectangle: Sasaran: 1) Memahami gaya belajar masing-masing siswa (Kognitif). 2) Mempermudah tindakan kelas dalam proses pembelajaran bagi pendidik (psikomotorik)Secara sistematis untuk melihat kasus di atas berdasarkan Training Needs Analysis dapat digambarkan sebagai berikut:











Referensi: DePorter, Bobbi. Quantum Learning. Bandung: Kaifa, 2000.
     Silberman, Melvin. Active Learning. Bandung: Nusamedia, 2006.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosda, 2004.

0 komentar: