mammi ku ibunya manusia
Penglihatannya tak
lagi sejernih dahulu, kulitnya tak lagi sebening masa ketika masih muda,
topangan kaki mu tak lagi sekuat dulu, namun hati dan pikiran mu masih dan
tetap seperti dulu.
hari
ibu katanya, infotainment rame, fb sampai ke brosur menyapa nya hari ini.
21/07/1958, bagi ku lebih penting dari hari ini, saya tidak perlu merayakannya
karena saya tidak butuh hari yang special, bagiku dia adalah ibuku sekarang dan
selalu.
tak
sopan aku menyebut namanya, aku bingung mencari padanan kata yang tepat untuk
menyapanya dalam tulisan. Rasanya kurang tepat menggunakan “mu” ataupun “nya”
maka rasanya adil untuk menyapa dengan mami, yang engkau ajarkan kami saat
kecil. Kenapa bukan bunda, biar agak keren atau ummi, supaya kelihatan islami,
atau nyokap supaya lebih modern, atau bahkan bu’ de supaya SBY lebih senang.
Lidah
ini sudah akrab dengan sapaan mami, baik sadar dan atau dalam keadaan tidak
sadar, entah berapa kali kami telah sebut nama mami dalam tidur ini, ketika ruh
kembali kepadaNya, ku yakin hanya kenangan bersama mami yang ada setia menemani.
Rambut
mami kini sudah mulai memutih, telapak kaki kini sudah mulai goyang namun mami
tetap saja memiliki semangat yang sanggup membuat aku iri, hitungan kuantitatif
pun tak sanggup menjumlahnya. Namun, apa yang terlihat itu semua seakan tak
pernah mami rasakan dan pedulikan, aku teramat paham itu semua untuk anak,
seharusnya menjadi pelajaran emplisit bagi kami.
Kalau
lah aku pantas memberi protes kepada wanita yang telah melahirkanku ini maka
dengarkanlah, sepanjang jalan engkau mengais rejeki, sepanjang waktu engkau
berhitung, berapa laba kau dapat hari ini, tuk membayar semua letihmu, mami tak
lagi dapat membedakan, mana siang dan malam, semangat mengalahkan gemetar kaki
ta dan segala rasa lelah ta, maka berhentilah !
Atau
mungkin saya belum pantas berkata itu karena sadar saya ini masih dalam ketek
mami dan etta --- ya usia mami tak lagi muda tapi aku belum bisa apa2---, tapi
mata, pikiran dan hati selalu saja mengambil jatah memikirnya hingga hari ini
dan akan selalu terbekas sepanjang hayat. Namun, aku yakin Tuhan pun protes,
pengorbanan ini hanya dapat pantas dibayar dengan surga tulus mami, hanya Allah
yang pantas menjaga mami dunia dan akhirat.
Seperti
ibu lainnya, aku yakin ada salah dan keliru dalam tingkah ta, sikap yang keras
terkadang tak dapat kami terima, mungkin saja kami telah berdosa namun nama
mami dengan sendirinya telah mengobati, dua kata yang begitu apik “nur” dan
“jannah”, sesuai dengan --- entah hadits atau pepatah --- “surga di telapak
kaki ibu” anak mana pun akan selalu mencari jawaban. Usia dan pengalaman hidup
yakin tak mampu menemukan jawabannya, namun tak perlu sampe berkeringat karena
tanpa jawabnya pun mami telah mengizinkan kami berada di sana kelak dengan
tanpa beban dosa dari ta.
Banyak
hal yang akan tersimpan dalam benak ini dan akan menjadi warisan tak ternilai, secara
tak sadar mami mengajarkan saya untuk belajar tidak berkata “tidak”. Dan tentu
banyak lagi pelajaran yang tak dapat dihitung dengan KRS dalam proses
perkuliahan kampus mana pun. Jauh hari orang Amrek mempopulerkan afirmasi atau
visualisasi, mami telah mengajarkan kapada kami dan selalu begitu bersemangat
mengingatkan.
Tak sopan aku tulis,
melainkan hanya untuk menemani rasa ini pada ta.
0 komentar: