Jumat, 29 Juni 2012

mammi ku ibunya manusia


Penglihatannya tak lagi sejernih dahulu, kulitnya tak lagi sebening masa ketika masih muda, topangan kaki mu tak lagi sekuat dulu, namun hati dan pikiran mu masih dan tetap seperti dulu.
hari ibu katanya, infotainment rame, fb sampai ke brosur menyapa nya hari ini. 21/07/1958, bagi ku lebih penting dari hari ini, saya tidak perlu merayakannya karena saya tidak butuh hari yang special, bagiku dia adalah ibuku sekarang dan selalu.
tak sopan aku menyebut namanya, aku bingung mencari padanan kata yang tepat untuk menyapanya dalam tulisan. Rasanya kurang tepat menggunakan “mu” ataupun “nya” maka rasanya adil untuk menyapa dengan mami, yang engkau ajarkan kami saat kecil. Kenapa bukan bunda, biar agak keren atau ummi, supaya kelihatan islami, atau nyokap supaya lebih modern, atau bahkan bu’ de supaya SBY lebih senang.
Lidah ini sudah akrab dengan sapaan mami, baik sadar dan atau dalam keadaan tidak sadar, entah berapa kali kami telah sebut nama mami dalam tidur ini, ketika ruh kembali kepadaNya, ku yakin hanya kenangan bersama mami yang ada setia menemani.
Rambut mami kini sudah mulai memutih, telapak kaki kini sudah mulai goyang namun mami tetap saja memiliki semangat yang sanggup membuat aku iri, hitungan kuantitatif pun tak sanggup menjumlahnya. Namun, apa yang terlihat itu semua seakan tak pernah mami rasakan dan pedulikan, aku teramat paham itu semua untuk anak, seharusnya menjadi pelajaran emplisit bagi kami.
Kalau lah aku pantas memberi protes kepada wanita yang telah melahirkanku ini maka dengarkanlah, sepanjang jalan engkau mengais rejeki, sepanjang waktu engkau berhitung, berapa laba kau dapat hari ini, tuk membayar semua letihmu, mami tak lagi dapat membedakan, mana siang dan malam, semangat mengalahkan gemetar kaki ta dan segala rasa lelah ta, maka berhentilah !
Atau mungkin saya belum pantas berkata itu karena sadar saya ini masih dalam ketek mami dan etta --- ya usia mami tak lagi muda tapi aku belum bisa apa2---, tapi mata, pikiran dan hati selalu saja mengambil jatah memikirnya hingga hari ini dan akan selalu terbekas sepanjang hayat. Namun, aku yakin Tuhan pun protes, pengorbanan ini hanya dapat pantas dibayar dengan surga tulus mami, hanya Allah yang pantas menjaga mami dunia dan akhirat.
Seperti ibu lainnya, aku yakin ada salah dan keliru dalam tingkah ta, sikap yang keras terkadang tak dapat kami terima, mungkin saja kami telah berdosa namun nama mami dengan sendirinya telah mengobati, dua kata yang begitu apik “nur” dan “jannah”, sesuai dengan --- entah hadits atau pepatah --- “surga di telapak kaki ibu” anak mana pun akan selalu mencari jawaban. Usia dan pengalaman hidup yakin tak mampu menemukan jawabannya, namun tak perlu sampe berkeringat karena tanpa jawabnya pun mami telah mengizinkan kami berada di sana kelak dengan tanpa beban dosa dari ta.
Banyak hal yang akan tersimpan dalam benak ini dan akan menjadi warisan tak ternilai, secara tak sadar mami mengajarkan saya untuk belajar tidak berkata “tidak”. Dan tentu banyak lagi pelajaran yang tak dapat dihitung dengan KRS dalam proses perkuliahan kampus mana pun. Jauh hari orang Amrek mempopulerkan afirmasi atau visualisasi, mami telah mengajarkan kapada kami dan selalu begitu bersemangat mengingatkan.
Tak sopan aku tulis, melainkan hanya untuk menemani rasa ini pada ta.

0 komentar: