Selasa, 23 Oktober 2012

Buah Kesabaran


Suasana malam di kamar kos an Dania begitu berantakan, kertas-kertas berserakan di lantai kamarnya. Sementara dia masih sibuk didepan komputer, milik ibu kos, jemarinya bermain-main di atas keyboard. Skripsi yang baru disusunnya ia pindahkan ke sebuah file, setelah sebelumnya ia menyusunnya dari mesin ketik milikinya. Lagi pula komputer yang dipakainya itu hanya berjangka satu minggu saja. Belum lagi masalah uang kos dan uang ujiannya. Sudah satu bulan yang lalu surat untuk orang tuanya terkirim. Dania orangnya baik, ia mengerti, mungkin orang tuanya belum punya uang untuk dirinya. Ia tinggal di kota besar itu hanya kesabaran yang ia miliki.
*
“kemarin, aku baru pinjam uang dari Yulia dan aku akan mengembalikannya kalau kirimanku sudah ada” kata Dania kepada Rada, sahabatnya. “Dan, aku tulus ingin membantu kamu, tapi kondisi kita sama Ri,  tapi bukan berarti kamu harus minta bantuan kepada Lia, kamu tahu kan, dia itu seperti apa” tukas Rada memberi nasehat pada Dania. “harus bagaimana lagi Dan, Cuma dia satu-satunya yang bisa membantu aku, soal sikapnya, itu urusan belakangan” tambah Dania dengan rasa sedih. Rada tersenyum melihat ketegaran sahabatnya itu. Memang, sekian lama ini, dania sering meminta bantuan kepada Yulia, meskipun dia sering punya permintaan yang tidak masuk akal. Tapi Rada salut kepada Dania, yang masih bisa menjaga diri bergaul dengan anak seperti Yulia. Sungguh sosok Yulia tidak bisa di tebak.
*
Di dalam kamar berukuran mininya itu, Dania masih sibuknya berkelut di depan komputer. Ia selalu berusaha agar tugas akhirnya itu bisa selesai minggu ini. Tak jarang juga ia baru tidur setelah pukul 1.30. Dan yang masih mengganjal di pikirannya adalah utangnya kepada Yulia, dia janji kalau besok akan dibayar, ternyata kiriman yang dinanti-nanti belum juga datang. Biasanya juga, kiriman yang datang itu diantar oleh Raska, seniornya, juga merupakan satu kampung di desanya. Lamunannya terhenti saat Yulia menghampirinya “hai, lagi sibuk ya?” sapa Yulia. “lumayan” jawab dania ragu. “besok, temani aku ya ke pesta teman aku di …” pembicaraan Yulia terhenti setelah Dania mengelak “Yul, aku harus menyelesaikan tugas ini dulu, jadi tkidak bisa, lain kali saja yah” bujuk Dania. “eh, besok uangku dikembalikan ya, aku mau pakai buat ke pesta”, balas Yulia seolah mengancam Dania. Dania menghempaskan nafas panjang. Ia masih diam, seolah tidak menghiraukan kata-kata wanita yang sedang berdiri bertolak pinggang di depannya. “hei, kamu jangan pura-pura cuek dong”. Yulia mulai marah. “kalau kamu mau temani aku besok, aku tidak akan meminta uang itu” tambahnya lagi.
Jari tangan Dania terhenti memainkan keyboard, ia termenung menatap kosong ke lantai, Dania mengingat perlakuan Yulia beberapa waktu lalu, saat jalan dengannya, hampir saja sesuatu yang buruk menimpa Dania akibat ulah teman-teman Yulia. Untung Raska datang menolongnya dan menghindar teman Lia yang berani berbuat kurang ajar kepada Dania. “maaf Yul, aku benar-benar tidak punya uang sekarang, tunggu beberapa hari lagi ya, Raska pasti akan datang membawa kirimanku, ya?” pinta Dania seolah membujuk. Konsentrasinya saat itu hilang karena ulah Yulia. Tapi Dania tetap tegar menghadapi gadis itu.
*
Pukul 07.00 pagi itu, nterlihat para anak kos mulai beraktivitas. Sementara Dania masih lelap dalam tidurnya. Ketukan pintu memaksanya bangun dan lansung membukanya. “gila, kamu baru bangun ya, aku kan sudah bilang semalam, hari ini kita harus pergi” bentak Yulia dan langsung meninggalkannya. Dari kejauhan Dania masih mendengar celotehan bibirnya. “lihat saja nanti Ri” kata-kata itu masih terdengar jelas ditelinganya. Setelah Yulia sudah tak di rumah itu lagi, Dania mulai melakukan aktivitasnya. Ia membereskan kamarnya. Sesekali berjalan ke dapur melihat nasi yang sedang dimasaknya.
Hari ini Dania tidak masuk kampus, meskipun ia tahu pasti Rada lagi menunggunya. Kini dia mulai berakting di depan komputer itu. Selang beberapa menit terdengar suara ketukan pintu. Ia ragu-ragu untuk membukanya. Ocehan Lia tadi pagi masih terngiang jelas olehnya. Namun, merasa terganggu karena hal itu ia beranjak menuju kearah pintu. Pelan-pelan ia pegang gagang pintu dan akhirnya ia buka. Seorang pria bertubuh besar, mengenakan jaket hitam ditambah lagi ransel yang dibawanya itu berdiri di depan pintu. “boleh saya masuk?” kata Raska. Dania sangat senang, Raska sudah datang. “bagaimana bapak dan emak aku, baik-baik saja kan, daia sudah kirim uang balik?” tanya Dania dengan nada riang. Namun tak biasanya Raska diam jika ditanya oleh Dania. “Dan, orang tua kamu minta maaf, uang yang dikirimnya masih separoh dari yang kamu minta” jawab Raska dengan pelan. Senyum yang tadinya mengembang kini kembali layu. Ia tidak menyangka kalau Raska akan berkata seperti itu sehingga membuatnya kecewa. “memangnya, ayah tidak berhasil panen?” tanya dania begitu ambisius. “sebenarnya panennya berhasil, ia mendapat banyak gabah” jawab Raska menjelaskan. “terus, kenapa?” tanya Dania lagi.
Raska tampak ragu menjawab. Ia mengalihkan pembicaraan dengan membuka bungkusan yang dibawanya. “ini buah-buahan dari desa, masih segar lo” kata Raska sambil memegang buah mangga dan nenas. Dengan senyum kecil Dania menerima bungkusan besar itu” kamu belum menjawab pertanyaanku!” tukas Dania yang sudah tidak sabar mendengar jawabannya.
Raska menghembuskan nafas panjang lalu menjawabnya. “beberapa hari yang lalu, penyakit bapak kamu kambuh jadi uang yang ingin diberikan ke kamu dipakai dulu sebagian untuk berobat.” Dania tak bisa berkata apa, namun ia masih kuat untuk menahan air matanya. “kenapa kamu tidak memberitahuku, aku kan bisa balik lihat bapak” kata Dania dengan suara sedih. Dia sudah menyangka sebelumnya, mungkin bapaknya sakit, sehingga kirimannya terlambat datang. Dania lalu menanyakan keadaan bapaknya. “Sekarang dia sudah agak baikan, Cuma butuh istirahat cukup” jawab Raska seolah menenangkan Dania. Raska merasa kasihan melihat wanita yang tengah duduk termenung didepannya. Tak hentinya juga lelaki itu memberi semangat kepada Dania agar tetap sabar. Sungguh, Dania diliputi perasaan bersalah “orang tua telah bekerja keras untuk aku,” gumamnya dalam hati. Namun keadaan yang justru membuatnya tambah semangat dan lebih giat lagi mengerjakan tugas-tugasnya.
*
Sejam setelah Raska meninggalkan kamar kos-an satu kampunya itu, Dania baru membereskan barang-barang kiriman dari desa, kemudian ia melanjutkan mengerjakan tugasnya kembali. Jendela ia buka, agar ia bisa lebih santai dan lebih nyaman di depan komputer. Ia sangat berharap skripsi yang disusunnya itu segera selesai, agar ia bisa balik ke kampung menjenguk bapaknya. Tak terasa, buku yang disusunya itu hampir selesai, namun tak sempat menuntaskan tugas itu, terdengar ketukan pintu. “ada apa lagi ya raska datang ke sini?” tanya Dania dalam hatinya. Ia beranjak menuju arah pintu dan langsung membukanya.
Apa yang ia duga ternyata beda dengan kenyataannya, Raska yang selalu berada dalam pikirannya ternyata bukan dia yang datang. “siang….” Sapa lelaki berbadan besar dan mengenakan kaos hitam ditambah sebuah anting yang ada di salah satu telinganya. Dania terkejut, tak menyangka kalau dia datang ke tempatnya. Wira adalah teman Yulia yang pernah dihajar oleh Raska beberapa waktu lalu. Dania menoleh kanan kiri, tak seorang pun ia lihat. Ia masih diam dengan segala ketakutannya. “katanya kamu mengundang aku ke sini, aku dengan senang hati saja” ucap wira memulai bicara kepada gadis cantik yang tengah berdiri di depannya.
Belum sempat menjawab, dengan cepat Dania menutup pintu, ia sangat ketakutan. Namun tak sempat ia menguncinya, karena buru-buru Wira mendobraknya “hei, Dan!” suara Wira terdengar lantang. Dania tidak menghiraukan ucapan Wira. Dengan segala kekuatan, ia masih bertahan ke pintu karena sudah tak sanggup lagi beradu kekuatan dengan Wira.
“hei, apa yang kamu lakukan sama Dani” Rada tiba-tiba datang dan membentak Wira. Wira melepaskan pegangannya di pintu itu. Praak, terdengar pintu tertutup rapat oleh Dania. Dania memgang dadanya tanda ia sudah lega. Sementara Wira, meninggalkan tempat itu tanpa menoleh sedikit pun. “Dania, buka pintunya, ia sudah pergi”.
Perlahan pintu dibuka oleh dania, ia memeluk Rada penuh sedih, ia tidak menyangka Yulia akan berbuat seperti itu padanya untuk yang ke dua kali. Rada membalas pelukan sahabatnya. “sekarang kamu tenang ya Dania, Lia benar-benar keterlaluan, ini tak boleh dibiarkan!” kata rada membela sobatnya itu. “sabar ya Dan, mungkin ini semua aalah cobaan buat kamu” bujuk rada mesra.
Dania menetskan air mata, “terima kasih ya rad, kalau kamu tidak ada, entah apa yang terjadi pada diriku!” ucap Dania yang tidak kuasa menahan air matanya.
*
Setelah kejadian itu, Dania terus termenung dihantui oleh peristiwa yang baru di alaminya. “Bagaimana seandainya tadi Rada tidak datang” gumamnya dalam hati, hancurlah semua usahanya dan harapan-harapan orang tuanya. Ia masih menangis dengan tatapan dukanya ia menghadap ke atas. Air mata terus mengalir. Tak hentinya ia berdoa. Semoga kejadian pahit seperti itu tak terulang lagi.
Di tengah kedukaannya itu, tiba-tiba pintu terbuka dengan dobrakan yang keras. Yulia datang dan bersimpuh dihadapannya. Dengan suara tangis yang tersedu-sedu ia memeluk Dania.
“Dan, maafkan aku ya, semuanya kesalahanku, Wira itu anaknya kurang ajar, ia juga hampir melukaiku tadi, ia betul-betul sangat marah, Dan”
Dania tak berkata ap-apa, ia juga merasa iba dengan keadaan Yulia saat ini. “Yul, kamu tidak apa-apa kan?” tanya dania dengan suara lembut. Tangisan Yulia kian deras” Raska yang menolong aku Dan”
Jawaban Yulia membuat Dania lega, meskipun sebenarnya ia sangat marah kepada Yula, namun dengan lapang ia mengukur senyum tertuju pada wanita yang masih menangis di depannya” lepakanlah Yul, sekarang kita harus benar-benar sadar akan kesalahan kita masing-masing, aku punya utang sama kamu dan hari ini akan ku ….” Yulia mengambil alih kata-kata Dania “tidak Dan, utang kamu itu belum sebanding dengan semua perbuatanku selama ini ke kamu, Dan kita akan jadi teman kan?” ucap Yulia penuh harap.
*
Hari-hari berikutnya, mereka terlihat kompak. Yulia membantu Dania menyelesaikan tugasnya. Mereka sangat akrab, bercanda dan ngobrol bersama. Sementara Rada dan Raska hanya angkat bahu melihat mereka. Kedua pasang kekasih itu merasa heran akan perubahan itu. Kini keempat insan itu terlihat lelah karena terlalu lama bercanda. Kini, tak ada lagi yang  dipikirkan Dania, tinggal menunggu hari dimana ia akan mendapat gelar sarjananya.

0 komentar: