Buah Kesabaran
Suasana
malam di kamar kos an Dania begitu berantakan, kertas-kertas berserakan di
lantai kamarnya. Sementara dia masih sibuk didepan komputer, milik ibu kos,
jemarinya bermain-main di atas keyboard. Skripsi yang baru disusunnya ia
pindahkan ke sebuah file, setelah sebelumnya ia menyusunnya dari mesin ketik
milikinya. Lagi pula komputer yang dipakainya itu hanya berjangka satu minggu
saja. Belum lagi masalah uang kos dan uang ujiannya. Sudah satu bulan yang lalu
surat untuk orang tuanya terkirim. Dania orangnya baik, ia mengerti, mungkin
orang tuanya belum punya uang untuk dirinya. Ia tinggal di kota besar itu hanya
kesabaran yang ia miliki.
*
“kemarin,
aku baru pinjam uang dari Yulia dan aku akan mengembalikannya kalau kirimanku
sudah ada” kata Dania kepada Rada, sahabatnya. “Dan, aku tulus ingin membantu
kamu, tapi kondisi kita sama Ri, tapi
bukan berarti kamu harus minta bantuan kepada Lia, kamu tahu kan, dia itu
seperti apa” tukas Rada memberi nasehat pada Dania. “harus bagaimana lagi Dan,
Cuma dia satu-satunya yang bisa membantu aku, soal sikapnya, itu urusan
belakangan” tambah Dania dengan rasa sedih. Rada tersenyum melihat ketegaran
sahabatnya itu. Memang, sekian lama ini, dania sering meminta bantuan kepada
Yulia, meskipun dia sering punya permintaan yang tidak masuk akal. Tapi Rada
salut kepada Dania, yang masih bisa menjaga diri bergaul dengan anak seperti
Yulia. Sungguh sosok Yulia tidak bisa di tebak.
*
Di
dalam kamar berukuran mininya itu, Dania masih sibuknya berkelut di depan
komputer. Ia selalu berusaha agar tugas akhirnya itu bisa selesai minggu ini.
Tak jarang juga ia baru tidur setelah pukul 1.30. Dan yang masih mengganjal di
pikirannya adalah utangnya kepada Yulia, dia janji kalau besok akan dibayar,
ternyata kiriman yang dinanti-nanti belum juga datang. Biasanya juga, kiriman
yang datang itu diantar oleh Raska, seniornya, juga merupakan satu kampung di
desanya. Lamunannya terhenti saat Yulia menghampirinya “hai, lagi sibuk ya?”
sapa Yulia. “lumayan” jawab dania ragu. “besok, temani aku ya ke pesta teman
aku di …” pembicaraan Yulia terhenti setelah Dania mengelak “Yul, aku harus
menyelesaikan tugas ini dulu, jadi tkidak bisa, lain kali saja yah” bujuk
Dania. “eh, besok uangku dikembalikan ya, aku mau pakai buat ke pesta”, balas
Yulia seolah mengancam Dania. Dania menghempaskan nafas panjang. Ia masih diam,
seolah tidak menghiraukan kata-kata wanita yang sedang berdiri bertolak
pinggang di depannya. “hei, kamu jangan pura-pura cuek dong”. Yulia mulai
marah. “kalau kamu mau temani aku besok, aku tidak akan meminta uang itu”
tambahnya lagi.
Jari
tangan Dania terhenti memainkan keyboard, ia termenung menatap kosong ke
lantai, Dania mengingat perlakuan Yulia beberapa waktu lalu, saat jalan
dengannya, hampir saja sesuatu yang buruk menimpa Dania akibat ulah teman-teman
Yulia. Untung Raska datang menolongnya dan menghindar teman Lia yang berani
berbuat kurang ajar kepada Dania. “maaf Yul, aku benar-benar tidak punya uang
sekarang, tunggu beberapa hari lagi ya, Raska pasti akan datang membawa
kirimanku, ya?” pinta Dania seolah membujuk. Konsentrasinya saat itu hilang
karena ulah Yulia. Tapi Dania tetap tegar menghadapi gadis itu.
*
Pukul
07.00 pagi itu, nterlihat para anak kos mulai beraktivitas. Sementara Dania
masih lelap dalam tidurnya. Ketukan pintu memaksanya bangun dan lansung
membukanya. “gila, kamu baru bangun ya, aku kan sudah bilang semalam, hari ini
kita harus pergi” bentak Yulia dan langsung meninggalkannya. Dari kejauhan
Dania masih mendengar celotehan bibirnya. “lihat saja nanti Ri” kata-kata itu
masih terdengar jelas ditelinganya. Setelah Yulia sudah tak di rumah itu lagi,
Dania mulai melakukan aktivitasnya. Ia membereskan kamarnya. Sesekali berjalan
ke dapur melihat nasi yang sedang dimasaknya.
Hari
ini Dania tidak masuk kampus, meskipun ia tahu pasti Rada lagi menunggunya.
Kini dia mulai berakting di depan komputer itu. Selang beberapa menit terdengar
suara ketukan pintu. Ia ragu-ragu untuk membukanya. Ocehan Lia tadi pagi masih
terngiang jelas olehnya. Namun, merasa terganggu karena hal itu ia beranjak
menuju kearah pintu. Pelan-pelan ia pegang gagang pintu dan akhirnya ia buka.
Seorang pria bertubuh besar, mengenakan jaket hitam ditambah lagi ransel yang
dibawanya itu berdiri di depan pintu. “boleh saya masuk?” kata Raska. Dania
sangat senang, Raska sudah datang. “bagaimana bapak dan emak aku, baik-baik
saja kan, daia sudah kirim uang balik?” tanya Dania dengan nada riang. Namun
tak biasanya Raska diam jika ditanya oleh Dania. “Dan, orang tua kamu minta
maaf, uang yang dikirimnya masih separoh dari yang kamu minta” jawab Raska
dengan pelan. Senyum yang tadinya mengembang kini kembali layu. Ia tidak
menyangka kalau Raska akan berkata seperti itu sehingga membuatnya kecewa.
“memangnya, ayah tidak berhasil panen?” tanya dania begitu ambisius.
“sebenarnya panennya berhasil, ia mendapat banyak gabah” jawab Raska
menjelaskan. “terus, kenapa?” tanya Dania lagi.
Raska
tampak ragu menjawab. Ia mengalihkan pembicaraan dengan membuka bungkusan yang
dibawanya. “ini buah-buahan dari desa, masih segar lo” kata Raska sambil
memegang buah mangga dan nenas. Dengan senyum kecil Dania menerima bungkusan
besar itu” kamu belum menjawab pertanyaanku!” tukas Dania yang sudah tidak
sabar mendengar jawabannya.
Raska
menghembuskan nafas panjang lalu menjawabnya. “beberapa hari yang lalu,
penyakit bapak kamu kambuh jadi uang yang ingin diberikan ke kamu dipakai dulu
sebagian untuk berobat.” Dania tak bisa berkata apa, namun ia masih kuat untuk
menahan air matanya. “kenapa kamu tidak memberitahuku, aku kan bisa balik lihat
bapak” kata Dania dengan suara sedih. Dia sudah menyangka sebelumnya, mungkin
bapaknya sakit, sehingga kirimannya terlambat datang. Dania lalu menanyakan
keadaan bapaknya. “Sekarang dia sudah agak baikan, Cuma butuh istirahat cukup”
jawab Raska seolah menenangkan Dania. Raska merasa kasihan melihat wanita yang
tengah duduk termenung didepannya. Tak hentinya juga lelaki itu memberi
semangat kepada Dania agar tetap sabar. Sungguh, Dania diliputi perasaan
bersalah “orang tua telah bekerja keras untuk aku,” gumamnya dalam hati. Namun
keadaan yang justru membuatnya tambah semangat dan lebih giat lagi mengerjakan
tugas-tugasnya.
*
Sejam
setelah Raska meninggalkan kamar kos-an satu kampunya itu, Dania baru
membereskan barang-barang kiriman dari desa, kemudian ia melanjutkan
mengerjakan tugasnya kembali. Jendela ia buka, agar ia bisa lebih santai dan
lebih nyaman di depan komputer. Ia sangat berharap skripsi yang disusunnya itu
segera selesai, agar ia bisa balik ke kampung menjenguk bapaknya. Tak terasa,
buku yang disusunya itu hampir selesai, namun tak sempat menuntaskan tugas itu,
terdengar ketukan pintu. “ada apa lagi ya raska datang ke sini?” tanya Dania
dalam hatinya. Ia beranjak menuju arah pintu dan langsung membukanya.
Apa
yang ia duga ternyata beda dengan kenyataannya, Raska yang selalu berada dalam
pikirannya ternyata bukan dia yang datang. “siang….” Sapa lelaki berbadan besar
dan mengenakan kaos hitam ditambah sebuah anting yang ada di salah satu
telinganya. Dania terkejut, tak menyangka kalau dia datang ke tempatnya. Wira
adalah teman Yulia yang pernah dihajar oleh Raska beberapa waktu lalu. Dania
menoleh kanan kiri, tak seorang pun ia lihat. Ia masih diam dengan segala
ketakutannya. “katanya kamu mengundang aku ke sini, aku dengan senang hati
saja” ucap wira memulai bicara kepada gadis cantik yang tengah berdiri di
depannya.
Belum
sempat menjawab, dengan cepat Dania menutup pintu, ia sangat ketakutan. Namun
tak sempat ia menguncinya, karena buru-buru Wira mendobraknya “hei, Dan!” suara
Wira terdengar lantang. Dania tidak menghiraukan ucapan Wira. Dengan segala
kekuatan, ia masih bertahan ke pintu karena sudah tak sanggup lagi beradu
kekuatan dengan Wira.
“hei,
apa yang kamu lakukan sama Dani” Rada tiba-tiba datang dan membentak Wira. Wira
melepaskan pegangannya di pintu itu. Praak, terdengar pintu tertutup rapat oleh
Dania. Dania memgang dadanya tanda ia sudah lega. Sementara Wira, meninggalkan
tempat itu tanpa menoleh sedikit pun. “Dania, buka pintunya, ia sudah pergi”.
Perlahan
pintu dibuka oleh dania, ia memeluk Rada penuh sedih, ia tidak menyangka Yulia
akan berbuat seperti itu padanya untuk yang ke dua kali. Rada membalas pelukan
sahabatnya. “sekarang kamu tenang ya Dania, Lia benar-benar keterlaluan, ini
tak boleh dibiarkan!” kata rada membela sobatnya itu. “sabar ya Dan, mungkin
ini semua aalah cobaan buat kamu” bujuk rada mesra.
Dania
menetskan air mata, “terima kasih ya rad, kalau kamu tidak ada, entah apa yang
terjadi pada diriku!” ucap Dania yang tidak kuasa menahan air matanya.
*
Setelah
kejadian itu, Dania terus termenung dihantui oleh peristiwa yang baru di
alaminya. “Bagaimana seandainya tadi Rada tidak datang” gumamnya dalam hati,
hancurlah semua usahanya dan harapan-harapan orang tuanya. Ia masih menangis
dengan tatapan dukanya ia menghadap ke atas. Air mata terus mengalir. Tak
hentinya ia berdoa. Semoga kejadian pahit seperti itu tak terulang lagi.
Di
tengah kedukaannya itu, tiba-tiba pintu terbuka dengan dobrakan yang keras.
Yulia datang dan bersimpuh dihadapannya. Dengan suara tangis yang tersedu-sedu
ia memeluk Dania.
“Dan,
maafkan aku ya, semuanya kesalahanku, Wira itu anaknya kurang ajar, ia juga
hampir melukaiku tadi, ia betul-betul sangat marah, Dan”
Dania
tak berkata ap-apa, ia juga merasa iba dengan keadaan Yulia saat ini. “Yul,
kamu tidak apa-apa kan?” tanya dania dengan suara lembut. Tangisan Yulia kian
deras” Raska yang menolong aku Dan”
Jawaban
Yulia membuat Dania lega, meskipun sebenarnya ia sangat marah kepada Yula,
namun dengan lapang ia mengukur senyum tertuju pada wanita yang masih menangis
di depannya” lepakanlah Yul, sekarang kita harus benar-benar sadar akan
kesalahan kita masing-masing, aku punya utang sama kamu dan hari ini akan ku
….” Yulia mengambil alih kata-kata Dania “tidak Dan, utang kamu itu belum
sebanding dengan semua perbuatanku selama ini ke kamu, Dan kita akan jadi teman
kan?” ucap Yulia penuh harap.
*
Hari-hari
berikutnya, mereka terlihat kompak. Yulia membantu Dania menyelesaikan
tugasnya. Mereka sangat akrab, bercanda dan ngobrol bersama. Sementara Rada dan
Raska hanya angkat bahu melihat mereka. Kedua pasang kekasih itu merasa heran
akan perubahan itu. Kini keempat insan itu terlihat lelah karena terlalu lama
bercanda. Kini, tak ada lagi yang
dipikirkan Dania, tinggal menunggu hari dimana ia akan mendapat gelar
sarjananya.
0 komentar: