Perjalanan Berilmu Empat Sekawan
Pallawangeng, demikian kata yang merujuk lokasi dimana Ponggawa
dan teman-temannya berada saat ini. Saat dimana senja telah berlabuh, matahari
telah benar-benar berpulang meninggalkan siang menuju malam, tak ada lampu
jalan dan rumah warga, yaa mereka sedang tidak berada di perkampungan warga.
Yang ada hanya mereka berempat dengan fisik yang sedang ngos-ngosan. Hanya cita-cita akan berada di tempat dengan suasana
yang masih alami yang masih menguatkan kaki mereka melangkah. Air terjun Mittie
dan Goa Mampu menjadi impian bersama mereka. Air terjun Mittie yang konon
katanya membawa khasiat bagi mereka yang masih jomblo atau menambah rezeki bagi
mereka yang kesusahan. Goa Mampu yang dipercaya oleh warga setempat tercipta dari
manusia yang menjadi batu karena dosa salah seorang warga yang berbicara dengan
seekor anjing. Keduanya berada di satu lokasi yang sama di Kacamatan Uloe, Kabupaten
Bone.
Perjalanan
nekat oleh empat sekawan masa SMA ini bermula saat pertemuan di malam reuni
sekolah. Cerita Goa Mampu pernah mereka dengar saat masih duduk di bangku SMP
pada mata pelajaran bahasa daerah. Sejak dulu sebenarnya mereka berkeinginan
mendatangi tempat itu tapi belum pernah terwujud sampai mereka menyelesaikan
SMA dan meninggalkan kampung mereka, Kabupaten Sidrap. Mereka harus menempuh
sekitar 110 KM melewati jalan raya dan terkadang gunung dan sawah sebagai jalan
alternative agar lebih dekat. Mereka memang sengaja memilih berjalan kaki.
Perjalanan itu melewati kabupaten Sidrap menuju kabupaten Soppeng sebelum
sampai kecamatan Uloe, Kabupaten Bone.
“Kita
harus berada di sana liburan kali ini” ucap Ponggawa berusaha untuk
memprovokasi teman-temannya.
“Saya mau
sekali tapi saya harus balik cepat ke Makassar kawan, kan saya sementara koas
di rumah sakit, tidak bisa absen sehari saja nanti berpengaruh jelek pada nilai
ku” ungkap Jannah, mahasiswa fakultas kedokteran, yang mengemukakan alasannya.
Jannah
dikenal siswa cerdas saat duduk di bangku SMA. Juara kelas tidak pernah lepas dari
tangannya sejak kelas 1 sampai 3 SMA. Dia pun sempat mewakili kabupaten Sidrap
di tingkat provinsi Sulawesi Selatan pada lomba debat bahasa Inggris, tapi sayang
tidak mendapatkan juara. Jannah telah menyelesaikan strata satu pada fakultas
kedokteran universitas swasta terkemuka di Kota Makassar dan sedang menempuh koas
pada stase Ilmu Kesehatan Masyarakat
yang merupakan tingkat II dalam menyelesaikan profesi dokternya.
“Agak
sulit bagi saya karena kan harus ziarah kuburan dulu” Mario memberi alasan
kemungkinan tidak bisa ikut.
Kebiasaan
masyarakat Bugis adalah menziarah kuburan keluarga menjelang ramadhan atau
setelah ramadhan. Mario baru pulang kampung menjelang idul fitri sehingga
memilih untuk pergi ziarah kuburan ibunya setelah salat idul fitri. Sebenarnya
dia merencanakan pergi sesaat setelah solat id namun dia juga harus
bersilaturahmi ke rumah keluarga.
“Aahh itu
soal gampang Jan, kan kita cuman sehari di sana, pergi pagi tiba sore, tapi
gimana dengan Rio yaa? “kelihatannya Ade begitu bersemangat.
“Kita
pergi abis Mario ziarah kubur gimana” Ponggawa berusaha memberi solusi.
Ketiga
temannya mengangguk bertanda setuju. Begitu lah mereka sedang melakukan
layaknya tudang sipulung mendiskusikan
rencana perjalanan mereka. Keempatnya bertemu di acara reuni SMA yang selalu
dilaksanakan oleh pengurus alumni setelah ramadhan atau beberapa hari setelah
pelaksanaan solat idul fitri.
Mereka
berempat begitu tampak berbeda. Mereka kini sangat jarang bertemu secara
langsung dan komunikasi lagi. Sekitar 5 tahun yang lalu terakhir mereka begitu
dekat, bersama-sama dalam organisasi Pramuka. Kini, mereka bertemu sekali dalam
setahun, itu pun kalau sempat menghadiri acara reuni di sekolah. Kecuali
Ponggawa yang tidak melanjutkan kuliah di kota Makassar, dia memilih menikah
dan menjadi petani. Baginya mengerjakan sawah adalah pekerjaan leluhur bagi
orang Bugis. Masyarakat Bugis begitu menghormati nasi sehingga orang tua selalu
memarahi anak mereka bila menyisahkan nasi saat selesai makan. Bagi masyarakat
Bugis, padi adalah jelmaan anak dewa yang dituliskan dalam kisah la galigo. Anak pertama yang meninggal
dari penghuni pertama kehidupan dunia ini dimana kuburannya tiba-tiba berubah
menjadi sawah yang ditumbuhi padi. Sedangkan Jannah sejak kecil memang
bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Mantan ketua Pramuka SMA itu akan memilih
menjadi penjahit seandainya tidak lulus di fakultas kedokteran melanjutkan
profesi dari ibunya.
Sementara
Mario yang sekarang ini sedang berusaha menyelesaikan penelitian skripsinya
yang telah di program selama 3 semester pada fakultas hukum di universitas
negeri di kota makassar, saat ditanya kenapa lama sekali menyelesaikan
penelitiannya, Mario punya alasan sendiri. Baginya penelitian adalah karya
ilmiah yang harus dikerjakan secara maksimal agar nantinya tidak hanya menjadi
pajangan di sudut perpustakaan kampus. Kedengaran idealis tapi tidak rasional
karena tepatnya Mario lebih menyibukkan diri dengan kamera. Benar saja
perjalanan ini, dia lah yang menjadi “tukang” foto-foto.
Sesal
datang diantara keputusasaannya, kenapa harus berada di sini, bukankah Makassar
akan lebih nyaman.
“Aduh
seandainya saya tidak ikut” ucap Ade memilih mengungkapkan perasaannya.
“Seandainya
saya tidak masiri, saya sudah pasti memilih
pulang, menunggu angkot menuju kabupaten Sidrap” gumamnya lagi.
Siri
lah yang menguatkan Ade masih bisa melangkah. Diam-diam dia masiri pada Jannah yang masih kuat
kelihatan masih tegak dengan ransel yang ada di pundaknya. Yaa, alumni S1
jurusan biologi pada universitas negeri di kota Makassar ini merasa malu sebab nafas
teman perempuannya itu masih saja joss.
“Tenang
saja De, ini uda dekat, sabar sedikit sappo
(sapaan teman seumur)” Ponggawa berusaha memberi semangat.
“Dekat
dari mana? Ini GPS saja tidak temukan, not
found” Ade membalas merasa tidak yakin
“Iya sappo, memang lokasi ini belum di daftar
jadi belum ditemukan, nanti kamu yang daftar yaa, hehe” Mario menambahkan
sambil tetap memotret dari kamera yang dikalungkan pada lehernya.
“Oke mari
kita lanjutkan perjalanan lagi, warga sebelumnya kan bilang uda dekat setelah
bukit di depan itu” ungkap Jannah sambil mengambil langkah pertama.
Mereka
berjalan lagi, lalu keringat kembali mengering saat berjalan di bawah
pohon-pohon lebat di atas bukit. Maghrib telah mengantar mereka mengucap syukur
atas pohon yang masih terjaga. Ada gercikan air sungai berbatu yang dilalui
manambah syahdunya maghrib saat itu. Ada pohon rambutan, sirsak dan mangga di
sana. Kesemuanya sepertinya tidak bertuan, tumbuh karena proses alami.
Ketiganya memang bisa tumbuh bila ketersediaan air yang memadai.
“Sappo, coba kita fikirkan keberadaan satu
pohon rambutan ini. Tiap-tiap pohon buahnya berlainan menurut jenisnya, ada
yang manis dan ada yang tidak manis. Ada yang berkulit merah, ada yang berkulit
kuning. Padahal semuanya memperoleh air yang sama dan tumbuh di atas tanah yang
sama. Kenapa coba?” Ade memancing teman-temannya untuk berfikir.
“Ahh
ada-ada saja kamu De, kamu tidak baca itu, orang ngos-ngosan dilarang berfikir, melainkan melangkah saja, hehe“
Ponggawa menghela sambil mengambil satu buah rambutan.
“Bilang
saja kamu malas berfikir Ponggawa, hahaha” Mario mencandai temannya itu, dia
tahu temannya itu memang bukan tipe pemikir melainkan pekerja.
“Karena
perbedaan jenis terkandung di dalam inti sel biji-biji rambutan itu” Jannah
spontan menjawab.
Ade
mengangguk membenarkan jawaban temannya itu, dia memang mengakui Jannah sejak
di sekolah.
“Andai
kamu salah pun saya benarkan, bagiku kamu selalu tepat, tepat berada di hatiku,
as always, Jan!” gumam Ade yang
diam-diam mencintai Jannah.
“Air ini
mengalir kemana coba? Sifat air selalu mengalir ke tempat landai, kemungkinan
ini menuju air terjun, berarti kita sudah dekat dong yaa” Jannah mencoba
menganalisa.
Sekali
lagi, Ade dibuat terpukau
----
Mereka
telah tiba di Goa Mampu dan air terjun Mittie. Sebenarnya tidak ada yang nampak
istimewa selain cerita masa lalu dari goa dan mitos khasiat dari air terjun
tersebut. Air terjun disebut Mittie sebagaimana berarti tetesan yang tidak
deras, diyakini tetesan air dewa yang tidak pernah kering meskipun di musim kemarau.
Sementara di dalam goa Mampu terdapat beberapa batu berbentuk menyerupai
kepiting, kerbau, kemaluan wanita, serta adanya kuburan yang menambah mistiknya
goa tersebut.
Suara
jangkrik setia menemani istirahat 4 sekawan dari kabupaten “nenek mallomo” ini.
Gemercik air terjun turun seakan seperti paduan suara yang berirama. Malam
sungguh tidak dapat mendahului siang, Tuhan menjadikan malam melingkari siang
dengan gelapnya. Malam akan terasa panjang bagi mereka dengan rasa letih yang
terasa.
“Huk huk”
suara batuk Ade memecah kesunyian itu.
“Angin kota
ternyata tidak sama dengan angin desa yaa De, hehe“. Ponggawa mencoba mencadai
temannya itu.
“Ahh ada-ada
aja kamu Awa, tiba-tiba tenggorakan gatal, tidak tau kenapa yaa?” Ucap Ade yang
masih batuk.
“Hey, Jan
mau kemana kamu?” Ade mencoba menghentikan gerak Jannah yang bangun dari
pembaringannya.
“Tenang aja,
wait a minute!” Jannah meyakinkan
temannya sambil berlalu.
Jannah
datang dengan beberapa buah belimbing di tangan.
Ketiga temannya
kemudian heran, untuk apa buah itu. Buah belimbing di kabupaten Sidrap dikenal
dengan nama ceneneng sedangkan di
kabupaten Bone dinamai binang. Masyarakat
Bugis biasanya membuat buahnya menjadi sayur. Pohon belimbing ini banyak
dijumpai dibagian depan rumah masyarakat bugis sebagai pengganti pagar.
“Nah ini bunga
buah belimbing, kamu masak bunganya itu pake air yang mendidih yaa, in shaa
Allah batuknya sembuh” Jannah menyodorkan beberapa bunga yang sudah dipisahkan
dengan buah belimbing.
Bunga buah
belimbing oleh orang Bugis dipercaya bisa menyembuhkan batuk yang diakibatkan
gatal pada tenggorokan.
“Ko’kamu
tahu sih Jan” Ponggawa kurang yakin sambil mempersiapkan air panas.
“Makanya
berilmu” Jannah sedikit judes pada temannya yang kurang yakin itu.
“Ibn Sina
telah mengkaji sejumlah besar tumbuh-tumbuhan yang diketahui pada masa itu.
Beliau menyebut berbagai tumbuh-tumbuhan herba, tanaman-tanaman berbunga, jamur
(fungi), ganggang (algae) dan melakukan penelitian mengenai genera
tanam-tanaman berbagai spesies yang berlainan bagi setiap genus. Beliau juga
membuat catatan mengenai tumbuhan yang sama dan tidak sama dan membahas tentang
tempat kediaman asli (habitat) bagi setiap tumbuh-tumbuhan dan tanah yang
sesuai bagi tumbuh-tumbuhan tersebut, apakah bergaram atau tidak bergaram, nah
kamu sebenarnya juga bisa seperti itu Awa, tulis manfaat tanaman lokal di
kampung kita dan penamaan masyarakat lokal, kamu bisa jadi pengganti Ibn Sina,
hahaha” Jannah menjelaskan sambil menantang temannya itu.
“Ibn Sina
juga menceritakan warna-warna bunga dan buah-buahan. Apakah keras atau kering,
daunnya lebar atau sempit, bergigi atau semuanya bertepi. Beliau juga
memberikan nama-nama yang bermacam-macam bagi tiap-tiap tumbuhan dan bentuk
setempat. Naah, kamu juga bisa Awa, kan kamu tinggal di kampung jadi kumpul
semua tanaman lokal terus namai sesuai penyebutan lokal dan list juga manfaatnya” Ade menambah
penjelasan sahabat perempuannya itu sambil meliriknya berharap mendapat
perhatiannya.
“Aku yes”
Ucap Mario sambil menirukan gaya bintang penyanyi di acara televisi swasta itu.
“Tidak
ada penyakit yang diturunkan Allah melainkan juga diturunkan obat baginya”
Spontan Ponggawa berbicara menirukan apa yang pernah didengar di masjid dekat
rumahnya saat Ramadhan lalu.
Ponggawa
sebenarnya dikenal siswa yang cerdas sewaktu SMA tapi sayang kondisi ekonomi
orang tuanya yang kurang mampu membiayainya sampai ke perguruan tinggi sehingga
dia memilih melanjutkan profesi bapaknya sebagai petani.
“Hahaha kamu
boleh juga jadi ustad sappo” Mario
ketawa lepas sambil menggaruk belakangnya.
“Ketawa sih
bole tapi saya liat kamu itu dari tadi menggaruk aja kerjanya, gatal kenapa? Untuk
apa itu kamera dianggurin” Ponggawa menegur temannya itu sambil tetap
memperhatikan bunga ceneneng yang
masih direbusnya.
Giliran
Ade beraksi. Ade mengambil serai yang berada beberapa meter dari mereka, segera
dia kucek daunnya dan dibiarkan disimpan disekitar tempat tidur mereka.
“Semua
bagian dari tanaman ini bisa mengusir nyamuk karena aroma zat aktif geraniol” Ade
menjelaskan singkat manfaaat tanaman serai yang bisa mengusir nyamuk.
“Ada cara
yang lain De” ucap Jannah sambil mengambil daun serai dan menyiapkan air di dalam
gelas, mengucek daunnya dan menyimpan dalam gelas yang berisi air tersebut”
“Ahh sama
saja, itu karena daunnya yang mengeluarkan aroma yang bisa mengusir nyamuk”
sahut Ade yang merasa ditantang oleh pujaan hatinya itu.
“Takkan kubiarkan
nyamuk menyentuhmu Jan, Aku rela mengorbankan bahkan andai serai ini tidak
berguna, aku akan begadang semalam menjaga, aahh malam ini akan bercemburu pada
nyamuk” Gumam Ade yang tambah kagum pada Jannah.
Malam semakin
larut. Berlalu dengan canda tawa empat sekawan ini. Berbagi cerita masa lalu
yang tidak saja berakhir. Di depan mereka nyata air terjun, yang dikelilingi
tumbuh-tummbuhan dan goa yang penuh cerita mistik. “.... dan kamu lihat bumi
kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air atasnya, hiduplah bumi dan suburlah
isinya menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan” Ponggawa menerawang langit
berhiaskan bintang merasa bersyukur masih bisa menikmati malam seperti ini bersama
sahabat karibnya yang terakhir dirasakan saat masih aktif sebagai pengurus
Pramuka di sekolah.
Sidrap, Juni 2015
Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen “Awesome Journey” Diselenggarakan oleh Yayasan Kehati danNulisbuku.com